ABRAHAM: BAPA ORANG PERCAYA

Thursday, November 26, 2009
“Dengan iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya” (Ibrani 11:8)


Kitab Ibrani 11:8-22 menyatakan 3 hal tentang iman Abraham yang begitu besar kepada Allah: (1) Menurut ketika dipanggil keluar dari Ur dan kemudian Haran (ayat 8); (2) Menurut Allah walau diam ditanah asing dan hanya tinggal di dalam tenda (berkemah); dan (3) Menurut ketika dipanggil untuk mempersembahkan Isak.
Kisah Abraham dimulaikan dengan penurutan--iman yang besar--ketika ia dipanggil keluar dari Haran kesuatu tempat yang belum diketahuinya. Peninggalan arkeologi membuktikan bahwa pada saat itu Ur dan Haran adalah pusat peradaban dunia dan kota-kota yang paling kaya. Abraham hidup dalam keadaan yang sangat berkecukupan dan namun Allah kemudian memanggilnya untuk pergi dari kehidupan yang serba enak tersebut kesuatu tempat yang telah Allah tetapkan namun belum diketahui oleh Abraham. Allah memanggil Abraham keluar dari Ur dan Haran, kota-kota yang kaya namun penuh dengan penyembahan berhala, untuk dipersiapkan menjadi utusan Tuhan dan kemudian menjadi bangsa yang besar (Kejadian 12:1-2).
Iman Abraham ditunjukkan ketika ia harus tinggal dinegeri asing di dalam tenda. Kalau kita pernah keluar negeri, ketempat yang bukan “milik” kita sendiri, entah di negara maju atau terbelakang sekalipun, kita pasti akan mengalami atau minimal merasakan adanya satu atau dua perlakuan sebagai orang asing “yang berbeda.” Di Indonesia sendiri sikap syak wasangka dari satu suku ke suku yang lain tidak dapat disangkal keberadaannya. Namun Abraham rela untuk meninggalkan semuanya, kehidupan dan suasana yang nyaman dan menyenangkan untuk mengikuti kehendak Tuhan.
Iman Abraham yang besar paling terlihat ketika ia dipanggil untuk mempersembahkan anaknya, Ishak (Kejadian 22). Pilihan yang harus diambilnya adalah memilih untuk mencintai sang Pemberi atau mencintai Pemberian yang diberikan si Pemberi. Kisah kehidupan Abraham dimulaikan ketika ia diperintahkan untuk “pergi” meninggalkan kuburan AYAHNYA di Haran untuk pergi ke tanah yang dijanjikan Allah baginya. Dan kini diakhir kisah kehidupanya (Kejadian 22), Abraham diperintahkan untuk “pergi” dam “menguburkan” ANAKNYA, anak satu-satunya yang telah diberikan Allah kepadanya, untuk dipersembahkan sebagai korban di tanah yang ditentukan Allah.
Baik di awal dan di akhir hidupnya, Abraham menurut!!

PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

Saturday, November 14, 2009

“Kamu adalah SahabatKu . . . Aku tidak menyebut kamu lagi hamba . . . Tetapi Aku menyebut kamu Sahabat” (Yohanes 15:14, 15)

Alkitab menggunakan berbagai metafor untuk menggambarkan Allah. Misalnya, Allah sering digambarkan sebagai Suami atau Bapa. Walaupun gambaran tentang Allah tersebut dapat menolong kita untuk memiliki satu gambaran tentang Allah, namun gambaran tersebut bisa saja ditolak oleh mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Bagi isteri yang sering dianiaya oleh suami, gambaran Allah sebagai suami bisa menjadi satu gambaran yang kurang berkenan. Demikian juga halnya dengan gambaran Allah sebagai Bapa, yang mungkin tidak mengenakkan bagi anak-anak yang memiliki persoalan dengan ayah mereka.

Namun kita dapat berbahagia karena Yohanes 15:14-15 menggambarkan Allah sebagai Sahabat yang memberikan persahabatan yang tulus--untuk mengasihi dan dikasihi, untuk mempercayai dan dipercayai.

Persahabatan dengan Allah didasarkan minimal atas dua fakta penting. Fakta pertama, Allah sendiri-lah yang mengambil inisiatif pertama untuk menjadikan kita sebagai sahabatNya. Yesus Kristus dikirim dari Surga agar jalinan hubungan antar Allah dan Manusia yang terputus akibat dosa dapat terjalin kembali. Di saat Ia berada di dunia ini, Yesus sendirilah yang pertama-tama menjalin hubungan persahabatan dengan manusia. Ia berinisiatif untuk bertemu dan bersahabat dengan wanita Samaria seperti yang diceritakan didalam Yohanes 4:1-42. Ia sendirilah yang juga dengan sengaja datang mengunjungi Yerikho agar Ia dapat bertemu dan bersahabat dengan Zakheus (Lukas 19:1-10).

Fakta Kedua, persahabatan sejati dengan Allah memberikan keamanan yang sejati dan pertolongan yang tulus--satu suasana dimana kita mendapatkan ketenangan jiwa yang sesungguhnya. Sebagai sahabat, Allah berkata didalam Yesaya 41:10 “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”

Sebagai sahabat sejati kita, Allah memberikan satu kesempatan dimana kita dapat datang kepadanya untuk membawakan segala pergumulan dan persoalan kita dan mendapatkan ketenangan untuk menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Yesus berkata didalam Matius 11:28: “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu.”

Sebagai sahabat, Allah tidak menjajikan bahwa jalan yang kita lalui akan selalu dan selamanya mulus, namun Ia menjanjikan, di jalan-jalan kehidupan yang bergelombang, Ia pasti dapat memberikan ketenangan dan kekuatan kepada kita untuk melewati gelombang-gelombang kehidupan.