Jangan Takut

Saturday, July 11, 2009
Cerita lama dari India menceritakan tentang tikus yang ketakutan karena melihat seekor kucing. Itu sebabnya tikus tersebut pergi kepada tukang sihir untuk menyulapnya menjadi kucing. Setelah tikus tersebut jadi kucing, kembali lagi ia dicekam rasa takut karena melihat anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir dan minta mengubahnya menjadi anjing. Setelah jadi anjing, lagi-lagi ia takut ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk mengubahnya menjadi macan. Tetapi ketika ia datang lagi dengan keluhan bahwa ia bertemu dengan pemburu, si tukang sihir menolak membantu lagi, “Akan saya ubah kamu jadi tikus lagi, sebab, sekalipun badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali tikus.”

Ketika kita percaya kepada Yesus, kita diubah menjadi manusia baru. Hanya sayang, kita seperti cerita klasik tersebut. Kita mengaku sudah menjadi manusia baru, tapi “nyali” kita tidak baru. Daripada mengijinkan Kristus menguasai kehidupan kita, kita lebih mengijinkan ketakutan yang menguasai kita. Bukan iman, tapi rasa kuatir. Bukan keberanian, tapi rasa cemas. Tak heran sukacita kita padam. Tak ada senyum. Tak ada keceriaan. Sebaliknya, kegelisahan dan ketakutanlah yang terpancar dari hidup kita.

Seandainya kita memiliki nyali Kristus, tentu kita bisa bersukacita dalam segala keadaan. Paulus memiliki nyali Kristus, itu sebabnya penjara tak bisa membendung sukacitanya. Demikian juga situasi dan kondisi yang paling buruk sekalipun tak akan pernah bisa memadamkan sukacita kita, seandainya kita memiliki nyali Kristus. Sungguh ironis kalau kita mengaku sebagai anak Tuhan tetapi tak mampu lagi bersukacita karena situasi dan keadaan yang menantang kita. Bukankah seharusnya kita berani menghadapi setiap tantangan hidup dengan optimisme dan sukacita? Kalau tak bisa tersenyum di tengah tantangan hidup, itu seperti seekor macan dengan nyali tikus.

Hadapilah semua tantangan hidup dengan optimisme dan sukacita Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, - II Timotius 1:7

Kisah Baut Kecil

Friday, July 3, 2009

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; - Filipi 2:3

Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.

Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.

Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"

Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga

Post by : elvira takasanakeng

Tunjukan rasa hormat pada siapapun yang memegang otoritas

Wednesday, July 1, 2009
Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Lukas 6 : 31

Ketika sedang mengemudi melintasi jalan di pedesaan, seorang pria berpapasan dengan sebuah jembatan yang sangat sempit. Di muka jembatan itu terpasang sebuah papan pengumuman. Papan itu berbunyi, “beri jalan.” Karena tidak melihat ada mobil yang menuju ke arahnya ia melanjutkan perjalanan menyebrangi jembatan dan menuju ke tempat tujuannya. Pada perjalanan pulang menempuh rute yang sama, ia berpapasan dengan Jembatan satu arah yang sama, kali ini dari arah yang berlawanan. Anehnya, ia melihat papan tanda “beri jalan” lain di sana.

Dengan penasaran ia berpikir, aku yakin ada papan tanda yang dipasang di sisi yang lain. Benar saja, ketika ia tiba di sisi lain jembatan dan menoleh ke belakang, ia melihat papan tanda beri jalan di pasang pada kedua sisi jembatan, jelas dimaksudkan agar para pengemudi dari kedua arah diminta untuk saling memberi jalan. Ini adalah cara yang masuk akal dan aman untuk mencegah tubrukan.

Jika anda mendapati diri anda berada dalam situasi pertentangan dengan seseorang yang memiliki otoritas lebih besar dari anda-atau ortoritas yang sama pada situasi tertentu- lebih bijaksana untuk mengalah pada mereka. Jika mereka benar-benar memiliki otoritas yang lebih besar, tidak adanya sikap tunduk akan menempatkan anda pada posisi sebagai terhukum atau menerima teguran. Jika anda memiliki otoritas yang sama besarnya, unjuk kekuasaan hanya akan menimbulkan kebencian dalam diri orang yang sebenarnya lebih baik di anggap sebagai kawan.